Minggu, 18 November 2012

Laporan Praktikum Embrio Aves



I.        PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Membran ekstra embrionik merupakan perluasan-perluasan berlapis membran dari jaringan-jaringan embrio. Pada dasarnya membran-membran tersebut adalah lipatan-lipatan yang pada akhirnya tumbuh mengelilingi embrio dan menghasilkan empat kantung pada embrio yang sedang tumbuh. Masing-masing membran terbentuk dari sel-sel yang berasal dari dua lapisan nutfah berbeda.
Alasan digunakannya  telur ayam karena mudah didapat dan memiliki membran ekstra embrional yang lengkap serta mudah diamati. Terdapat empat macam selaput embrio pada ayam yaitu alantois, kantung yolk, amnion dan serosa. Telur ayam dilengkapi dengan yolk yang sangat banyak. Kandungan yolk yang besar ini digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan bahan makanan yang dibutuhkan embrio selama perkembangan dalam telur. Amnion merupakan selaput yang membungkus janin sehingga tidak berhubungan langsung dengan sekitarnya. Serosa tumbuh disekitar kantung yolk dan membungkus seluruh kantung tersebut, lalu melekat pada cangkang telur.

B.        Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat mengenali dan menggambar morfologi membran ekstra embrional serta menjelaskan fungsinya masing-masing.

II.        TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan sel embrio di luar tubuh induk setelah oviposisi (ditelurkan) akan berhenti, sampai kebutuhan lingkungan penetasan dapat terpenuhi (temperatur, kelembaban, dan ventilasi). Sel-sel tepi mengalami penebalan tidak sempurna dibagian yang berbatasan dengan yolk, sehingga terdapat banyak inti tanpa terpisah dari sel-sel itu sendiri (sitoplasma dan membran sel masing-masing tidak terbentuk). Inti yang banyak ini bergerak ke arah yolk di bawah. Daerah yang mengandung banyak inti ini disebut jaringan periblast. Jaringan periblast terdiri atas dua daerah yaitu periblast tengah dan periblast tepi. Periblast tengah persis di bawah celah horizontal, periblast tepi di daerah tepi germinal. Jaringan periblast berguna untuk menyalurkan bahan makanan dari yolk ke embrio (Kosasih, 1975).
Permulaan pembentukan daerah embrio yaitu dengan terbentuknya keping neural. Keping ini terjadi lipatan neural. Embrio yang umurnya ± 24 jam pengeraman, maka akan terbentuk khorda di bawah lipatan neural pada sumbu tengah embrio. Khorda ini timbul dari sel-sel yang tidak mengalami diferensiasi di antara kedua lapisan mesoderm. Mesoderma tumbuh ke samping, ke belakang, dari stria primitiva dan juga tumbuh ke muka kiri dan kanan notochord, pada saat bersamaan melebar ke daerah ekstra embrional di semua jurusan, sehingga pada saat pengeraman 48 jam ke atas, kedua lapisan mesoderma lateral itu akan bertemu di bagian anterior daerah kepala, kemudian bersatu (Djuhanda, 1981).
Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulangkali sama saat embrio memiliki bentuk primitif ialah bentuk dan susunan tubuh embrio yang masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio itu umum terdapat pada jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri atas 4 tingkat yaitu tingkat pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi (Yatim, 1984).
Stria primitiva menjadi sangat mencolok pada inkubasi ke-16 jam dan dapat dikatakan sebagai stria primitiva paling panjang, sehingga embrio inkubasi umur 16 jam dikhususkan sebagai embrio stadium stria primitiva. Stria primitiva pada  preparat wholemount yang diwarnai, terdiri dari alur di tengah-tengah yang kedua sisinya dibatasi oleh tebing (torus) primitiva. Ujung sephaliknya tersusun dari sel-sel yang terpak rapat, yang membentuk suatu penebalan lokal yang disebut Noda Hensen. Area pelusida sekitar stria primitiva meningkat penebalannya, yang dua jam kemudian menjadi sangat jelas dan kemudia disebut area embrional. Bentuknya seperti perisai, disebut perisai (lempeng) embrional (Soeminto, 2000).
Neural pada janin 24 jam lipatan telah mendekat satu sama lain. Tulang lipatan neural pertama-tama terjadi di muka somit-somit pertama. Bumbung neural pada janin 33 jam, telah terbentuk dan adanya dapat dibedakan bagian anterior yang agak lebar, bagian tengah, serta posterior yang menyerupai bumbung. Persatuan lipatan neural yang paling akhir terjadi di muka somit terakhir, lipatan neural mengembang dan menghilang di dalam ektoderm (Djuhanda, 1981).
Selama hari kedua dan ketiga inkubasi pada telur ayam, jaringan membentuk pembuluh darah berkembang di bagian dalam dari area opaka membentuk area vasculosa, sedang area di sebelah luar membentuk area vitellina. Perkembangan pembuluh darah pada area vasculosa dihubungkan dengan diferensiasi pada sel darah pertama. Perkembangan pembuluh darah pada area vasculosa ini terjadi pada jalur berikutnya. Pertama dari seluruh kelompok sel mesoderma terjadi pada area opaka yang berada di sisi dan ujung posterior dari area pelusida. Kelompok sel-sel ini dinamakan pulau-pulau darah (Balinsky, 1970).
Masing-masing dari empat membran utama yang menyokong embrio merupakan lembaran sel-sel yang berkembang dari lembaran epithelium yang berada di sisi luar proper embrio. Kantung kuning telur meluas di atas massa kuning telur. Sel-sel kantung kuning telur akan mencerna kuning telur, dan pembuluh darah yang berkembang di membran itu akan membawa nutrient ke dalam embrio. Lipatan lateral jaringan ekstraembrionik menjulur di atas bagian atas embrio itu dan menyatu untuk membentuk dua membran tambahan, yaitu amnion dan korion, yang dipisahkan oleh perluasan ekstraembrionik selom. Amnion membungkus embrio dalam kantung yang penuh cairan, yang melindungi embrio dari kekeringan, dan bersama-sama dengan korion menyediakan bantalan bagi embrio agar terlindung dari guncangan mekanis. Membran keempat, yaitu alantois, berasal dari pelipatan ke luar perut belakang embrio. Alantois adalah kantung yang memanjang ke dalam selom ekstraembrionik. Alantois berfungsi sebagai kantung pembuangan untuk asam urat, yaitu limbah bernitrogen yang tidak larut dari embrio. Sementara alantois terus mengembang, alantois menekan korion ke membran vitelin, yaitu lapisan dalam cangkang sel telur. Bersama-sama, alantois dan korion membentuk organ respirasi yang melayani embrio (Campbell, 2004).

III.             MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum adalah gunting, pinset, gelas arloji, dan pensil
Bahan yang digunakan adalah embrio ayam umur 15-18 hari.

B.  Metode
1.  Bahan dan semua peralatan praktikum yang dibutuhkan disiapkan.
2. Cangkang telur digunting pada sisi tumpulnya secara melingkar sehingga membran cangkang dalam terlihat.
3.  Membran cangkang digunting dengan hati-hati dan dicari bagian pada membran cangkang yang tervaskularisasi. Bagian tersebut adalah chorio-allantois.
4.  Embrio dikeluarkan dari cangkang dan diletakkan di atas gelas arloji.
5.  Kantung berisi cairan transparan yang langsung membungkus embrio diamati. Bagian tersebut adalah amnion.
6.  Bagian yolk diamati dan saccus vitelinus diamati.
7. Kantung berisi cairan jernih berwarn kekuningan dengan ukuran lebih besar dari amnion diidentifikasi. Kantung tersebut adalah allantois.
8.  Bagian dalam cangkang telur diamati. Ditemukan chorion/serosa.
9.  Embrio dengan membran ekstra embrional digambar dn disebutkan bagian-bagiannya.


IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN

A.        Hasil

B.    Pembahasan
Pengamatan membran ekstra embrional kelompok 2 tidak mendapatkan hasil. Hal ini disebabkan setelah cangkang dibuka, tidak ada embrio didalam telur. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan selama menginkubasi telur atau telur yang digunakan tidak fertil (tidak dibuahi).
Hasil praktikum yang diharapkan menunjukkan  membran ekstra embrionik pada ayam sesuai dengan Campbell (2004), yang menyatakan bahwa lapisan jaringan yang berada di luar proper embrio berkembang menjadi empat membran ekstra embrionik yang mendukung perkembangan embrio selanjutnya di dalam sel telur. Keempat membran ini masing-masing merupakan satu lembaran sel, yaitu kantung kuning telur (yolk sac), amnion, korion, dan alantois).
Tahap-tahap proses pembentukan selaput embrio aves  menurut Sumantadinata (1981). adalah :
1.    Amnion
Amnion adalah selaput embrio yang langsung membungkus embrio, berupa kantung yang tipis berisi cairan amnion dan embrio dapat bebas bergerak didalamnya. Lapisan penyusun amnion adalah somatopleura dengan ectoderm dibagian dalam dan mesoderm somatik diluar. Pembentukan amnion sejalan dengan terpisahnya bagian intra embrio dari bagian ekstra embrio. Amnion berfungsi melindungi embrio dari dehidrasi perlekatan organ-organ tubuh yang sedang terbentuk, memberi ruang untuk pergerakan embrio dan member perlindungan terhadap goncangan mekanik. 
2.    Kantung yolk 
Kantung yolk adalah selaput ektra embrio yang dibentuk paling awal. Selaput embrio ini dibangun oleh splanknopleura dengan endoderm disebelah dalam dan mesoderm splanknik diluarnya. Mesoderm splanknik akan terdapat pembuluh-pembuluh darah vitelin. Terbentuknya kantung yolk sejalan dengan pelipatan lapisan endoderm yang menjadi atap arkenteron, untuk membentuk saluran pencernaan makanan. Fungsi kantung yolk adalah menghantar untuk embrio, tempat asalnya sel kelamin. Mesoderm splankniknya merupakan sumber sel-sel darah dan merupakan organ hemopoletetik paling awal.
3.  Albumen
Banyak mengandung air untuk menjaga kelembaban didalam telur . Selama perkembangan albumen mengental karena airnya semakin berkurang Setelah alantois tumbuh membesar, albumen akan terdorong keujung stalalantois yang mengabsorbsi dan mentransfer melalui pembuluh darahkedalam embrio untuk digunakan sebagai nutrisi. Splanknopleura pembungkus albumen disebut kantung albumen.
4.  Korion
Korion merupakan selaput embrio yang terluar. Terbentuk oleh lipatan kearah luar dari amnion. Susunan lapisan ectoderm (diluar) dan mesoderm somatik (didalam) korion berlawanan dengan amnion, oleh karena itu korionkadang-kadang disebut amnion palsu (false amnion). Korion akan membungkus selaput –selaput embrio lainnya. Korion dibentuk dari somatopleura bersamaan dengan pembentukan amnion. Lapisan penyusunnya dibentuk oleh adanya pelipatan yang berlawanan dengan amnion. Ektoderm diluar dan mesoderm somatik didalam. Korion berada dibawah selaput cangkang dan cangkang kapur telur. Fungsi penting korion adalah menyerap ion Ca dari cangkang telur dan mendistribusikannya untuk pembentukan rangka (tulang) embrio melalui pembuluh darah alantois.
5.  Alantois
Alantois  merupakan selaput embrio yang terbentuk paling akhir, bermula sebagai evaginasi ventral dari usus belakang, tersusun oleh lapisan lembaga endoderm dan mesoderm splanknik, serupa dengan katung yolk, pada ayam, alantois dan korion (korioalantois) berperan dalam respirasi melalui pembuluh- pembuluh darah alantois, terjadi juga penyerapan kalsium melalui pembuluh- pembuluh darah tersebut sehingga cangkang kapur akan menjadi rapuh dan hal ini memudahkan penetasan kelak. Bagian proximal alantois membentuk tangkai alantois yang pangkalnyaakan tetap berada dalam tubuh embrio.bagian distal alantois membentuk kantong yang tumbuh membesar kedalam coelum kestrel embrio, yang hampir memenuhirongga telur, selain itu alantois berada dibawah korion (Carlson, 1999).
Jumlah dan jenis membran embrional bervariasi pada hewan vertebrata. Ikan dan amphibi hanya memiliki membran ekstra embrional berupa kantong yolk (yolk sac/saccus vitellinus). Reptil dan aves memilik 4 membran ekstra embrional yaitu, amnion, chorion, allantois dan saccus vitellinus, pada mamalia chorion berdiferensiasi menjadi bagian embrional yang menyusun plasenta (Sumantadinata, 1981).
 Burung dan mamalia mempunyai membran ekstra embrionik yang sama dengan reptilia, darimana hewan tersebut berkembang. Ketiga golongan hewan tersebut sering disebut amniota karena ketiganya sama-sama mempunyai amnion. Reproduksi burung sangat mirip dengan reptilian, kecuali bahwa burung mengerami telurnya. Kecuali monotremata primitive yang bertelur, mamalia tidak mempunyai telur kleidoik dan membran ekstra embrionik membantu dalam pembentukan plasenta (Villee et al., 1988)


V.    KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.    Membran ekstra embrional pada ayam terdiri dari amnion, chorion, allantois dan yolk sac (kantung yolk).
2.    Kantung yolk berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah pertama dan menyalurkan bahan makanan. Amnion berfungsi sebagai pelindung embrio terhadap kekeringan,penawar goncangan, pengaturan suhu intra uterus, dan anti adhesi. Fungsi utama allantois adalah sebagai tempat penampungan danpenyimpanan urine dan sebagai organ pertukaran gas antara embrio dengan lingkungan luarnya. Fungsi chorion pada hewan-hewan ovivar, terutama untuk pertukarangas atau respirasi, sedangkan pada mamalia, chorion bukan hanya berperan sebagai pembungkus, tetapi juga berperan untuk nutrisi, eksresi, filtrasi, dan sistem hormon.

B.    Saran
Berdasarkan praktikum yang telah saya laksanakan, saya sarankan :
Praktikan kesulitan mengamati membran ekstra embrio pada ayam, sebaiknya telur yang digunakan fertil.


DAFTAR PUSTAKA

Balinsky, B.I. 1970. An Introduction to Embryology. W.B. Saunder Company, London.

Campbell, N.A., Reece, J.B. 2004. Biology, 5th ed. San Francisco,Benjamin Cummings.

Carlson, Bruce M. 1999. Human Embryology and Developmental Biology. Mosby, New York.

Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico, Bandung.

Kosasih, G. 1975. Embriologi Kedokteran. CV EGC, Jakarta.

Soeminto, 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.

Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra Budaya, Bogor.

Villee, C. A., Walker, W. F. and Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,
Jakarta.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi. Tarsito, Bandung.

Rabu, 03 Oktober 2012

INTI SEL DAN KROMOSOM


I. INTI SEL DAN KROMOSOM

Sebelum membahas inti harap diperhatikan kembali struktur sel baik pada sel bakteri (prokariot), sel tumbuhan dan hewan (eukariot). Pada gambar 1 dapat dilihat dinding sel dan membran sel, bagian-bagian yang terdapat dalam sitoplasma dan dalam inti sel.

1.1. Nukleus (Inti Sel)
Inti sel dapat diamati secara mikroskopis setelah diwarna dengan Hematoxylen Eosin (HE). Selama interfase pada inti dapat dilihat membran inti, nukleolus (anak inti), kromatin dan cairan inti .
Inti eukariot adalah suatu kompartemen terikat membran yang di dalamnya ditempatkan materi genetik yang merupakan perintah hereditas (DNA), biasanya terletak  di tengah-tengah sel atau pada wilayah tertentu dan dikelilingi oleh sitoplasma.
Instruksi hereditas (materi genetik) mengatur aktifitas sitoplasma yang menyebabkan sel tetap hidup dan mengatur pertumbuhan dan pembelahan. Pesan-pesan yang dikirim ke luar dari inti juga membantu mengarahkan respon seluler terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Kejadian-kejadian seluler di bawah pengendalian inti dapat berlangsung cepat, terarah dan sangat spesifik.


1.1.1. Membran inti
Kandungan inti  dipisahkan dari sitoplasma oleh sistem ‘2 membran’ yang disebut membran inti/salut inti.  Membran inti berhubungan langsung dengan membran retikulumendoplasma. Pada membran inti terdapat pori inti yang berfungsi menseleksi transport molekul ked an dari sitosol. Membran terdiri dari dua lapis membran yaitu : 1) Lamina inti  yang merupakan seludang tipis di bawah membran inti sebelah dalam; dan 2) filamen intermediet yang mengelilingi membran inti sebelah luar dengan bentuk tak beraturan. 

1.1.2. Nukleolus (anak inti)
  • Nukleolus tidak diselubungi oleh membran inti.
  • Nukleolus merupakan kumpulan gen-gen yang aktif mentranskripsi rRNA 18S dan 28S
  • Merupakan glanular yang cukup besar pada inti, terlihat sebagai  satu atau lebih bangun basofil, ukurannya lebih besar dari gumpalan kromatin.
  • Sering menempel pada salut inti
  • Perbandingan jumlah kandungan RNA dan anak inti  di dalam bagian inti lainnya tidak selalu tetap
  • Dalam anak inti tidak terdapat   DNA

Fungsi anak inti
Untuk membuat ribosom yang terdapat dalam sitoplasma. Materi rRNA dikemas dengan protein ribosom yang hasilnya akan membentuk ribosom Karena diperlukan dalam sintesis protein, maka kalau dalam  sel yang sedang aktif mensintesis  protein,  dalam sitoplasmanya akan memiliki nukleolus yang banyak dan membesar.
Nukleolus mengandung gulungan DNA, setiap gulungan DNA mengandung sekelompok gen rRNA dan setiap kelompok gen rRNA disebut daerah organisator nukleolar. Pada derah organisator nukleolar ditranskripsi gen rRNA oleh RNA polimerase I. Pada nukleolus juga ditemukan enzym acid phospatase, nucleophospatase dan enzym-enzym  yang berperan dalam sintesis co-enzym. Keberadaan nukleolus  sangat jelas pada sel-sel yang aktif dimana ukurannya akan tampak lebih besar, misal pada oocyt, neuron, sel-sel sekresi jumlahnya dapat 1, 2 atau 4. Dalam nukleolus terdapat 3-5% RNA dan protein dalam bentuk phospoprotein.
            Penampakan nukleolus mengalami perubahan selama siklus sel. Pada saat mendekati mitosis, nukleolus mulai menurun ukurannya dan kemudian lenyap pada saat pemadatan kromosom.

!.2. Kromosom / Kromatin
Selama   interfase, di dalam inti dapat diamati adanya butir – butir basofil  dan dapat diwarnai dengan  pewarna biasa. Butir-butir ini disebut dengan butir-butir kromatin. Dengan pewarna HE akan tampak biru karena adanya molekul DNA. Butir-butir ini tampak menyebar  dalam cairan inti. Jika diamati lebih cermat, butir-butir tersebut tidak berdiri sendiri tetapi dihubungkan  dengan struktur  seperti benang sehingga butir-butir tadi disebut dengan benang kromatin.  Pada saat pembelahan sel, kromatin menjadi padat dan  disebut sebagai kromatid.  Kromosom adalah dua kromatid   simetris yang dilekatkan satu dengan lainnya oleh suatu struktur yang disebut sebagai sentromer   Sentromer juga merupakan bagian dari kromosom yang melekat ke spindle mitosis. Pada sentromer melekat suatu protein  berbentuk cakram yang disebut dengan kinetokor. Kinetokor berfungsi sebagai pusat pemasangan mikrotubul pada kromosom. Bagian kromosom  yang dipisahkan   oleh konstriksi sekunder disebut dengan satelit.
            Kromosom dapat diamati pada sel-sel  yang aktif membelah, misalnya sel gamet, sel meristematis, ujung akar, sumsum tulang, sel darah dan sel lainnya. Jumlah, ukuran dan tipe kromosom  ini  sangat spesifik dan berbeda-beda untuk masing-masing spesies sehingga dapat digunakan dalam filogeni dan taksonomi dan bidang kedokteran.
Kromosom merupakan komponen inti  yang sangat penting dan memiliki susunan yang khas. Kromosom berperan dalam penentuan sifat kebakaan, mutasi, variasi dan evolusi. Ukuran dan  jumlahnya sangat bervariasi. Pada umumnya, bila jumlah kromosom sedikit, ukuran kromosomnya lebih besar. Kromosom monokotil lebih besar dibandingkan dengan kromosom dikotil. Kromosom tanaman lebih besar dari hewan, kecuali giant chromosome  pada beberapa hewan. Dalam satu spesies, jumlah dan bentuk kromosom  tertentu, tetapi dapat pula mengalami perubahan yang dapat disebabkan oleh kerusakan, gangguan saat  pembelahan sel sehingga menimbulkan variasi. Variasi dapat terjadi pada aspek jumlah dan morfologi kromosom.
 Morfologi kromosom lebih baik dipelajari pada saat metaphase (Gambar 1.3)  karena pada fase tersebut kromosom mengalami pemadatan maksimal. Tipe kromosom ditentukan oleh posisi sentromer, yaitu sebagai berikut:
  1. Metasentrik, yaitu panjang kedua lengan kromosom sama atau hampir sama
  2. Sub metasentrik, yaitu panjang salah satu lengan kromosom tidak sama dengan lengan lainnya
  3. Akrosentrik, yaitu salah satu lengan kromosom amat pendek dibandingkan dengan lengan yang lainnya
  4. Telosentrik,  yaitu sentromer terdapat pada salah satu ujung lengan kromosom
Kariotip adalah penampakan keseluruhan kromosom dari suatu sel yang disusun berdasarkan panjang relatif kromosom, posisi sentromer, ada atau tidaknya kontriksi sekunder dan satelit. Data kariotip ditampilkan dalam suatu diagram dimana kromosom dipasangkan bersama homolognya.  Berikut adalah salah satu contoh kariotipe yang disusun dari hasil pemotretan kromosom  metafase mitosis  sel manusia

!.2.1. Pengemasan kromatin
Untuk lebih mudah mempelajari pengemasan kromatin, perhatikanlah tingkat-tingkat organisasi kromatin itu seperti pada Gambar 1.5. Molekul DNA telanjang menggulung histon membentuk nukleosom. Nukleosom menyatu menjadi benang-benang yang berukuran 30 nm yang selanjutnya menyatu membentuk loop domains.
Kromatin tersusun atas tiga kelompok makromolekul, yaitu DNA heliks ganda, histon dan protein nonhiston.
- Histon :
-          Sekelompok molekul protein dengan BM rendah, banyak mengandung asam  amino jenis lisin dan arginin
-          Histon terbentuk bersamaan dengan sintesis DNA (Fase S)
-          Histon disintesis di dalam sitoplasma yang selanjutnya dipindahkan ke dalam inti
-          Fungsinya untuk mengemas DNA  dan menghambat transkripsi sehingga DNA tidak aktif

            Pada eukariot, histon terbagi menjadi  histon nukleosomal (terdiri dari monomer H2A, H2B, H3, H4) dan histon H1. Histon nukleosomal merupakan protein kecil (102-125 asam amino) yang bertanggung jawab terhadap pelipatan DNA menjadi nukleosom. Histon H1 merupakan protein besar ( 220 asam amino) yang bertanggung jawab untuk pengemasan nukleosom menjadi serat ( + 30 nm) yang disebut kromatin.

- Nonhisoton, banyak ditemukan pada sel-sel yang aktif.

Nukleosom merupakan unit dasar struktur kromosom yang mana 1 nukleosom terdiri dari sekitar 146 pasangan basa DNA, terikat mengelilingi pusat 8 molekul histon.
DNA linker adalah wilayah DNA yang memisahkan tiap-tiap manik nukleosom, terdiri dari panjang yang bervariasi, tetapi umumnya + 60 pasangan basa.
DNA linker + manik-manik nukleosom membentuk nukleosom yang mengandung + 300 pasangan basa.

!.2.2. Heterokromatin dan Eukromatin
Bagian kromosom yang memadat (saat interfase) disebut heterokromatin, sedangkan bagian yang tidak memadat disebut eukromatin. Heterokromatin terwarna lebih kuat dengan pewarnaan kromosom dibandingkan dengan eukromatin. Pada heterokromatin DNA tetap dikemas dengan kuat dalam benang (fiber). Heterokromatin merupakan bagian DNA yang tidak aktif ditranskripsi (sintesis RNA), sebaliknya eukromatin merupakan bagian DNA yang aktif ditranskripsi. Heterokromatin dapat bersifat konstitutif yaitu permanen memadat dalam seluruh tipe sel, dan bersifat fakultatif yaitu hanya memadat pada tipe sel tertentu selama perkembangan.


Rabu, 26 September 2012

Laporan Praktikum : Efek Spinal pada Katak



I.       PENDAHULUAN
        Latar Belakang
Pada dasarnya, system-sistem organisme bekerja secara selaras dan teratur dalam menyelenggarakan aktivitas metabolisme tubuh secara keseluruhan. Untuk mengontrol dan mengatur kerja system organ tubuh kita memiliki suatu system yang dikenal sebagai system koordinasi atau system syaraf.
Pada umumnya system syaraf mengatur aktivitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan cepat seperti pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos, dan sekresi kelenjar. Organisasi system syaraf akan menimbulkan tanggapan terhadap rangsangan yang diterima. Salah satu tanggapan yang akan dipelajari dalam percobaan ini yaitu gerak refleks.
Dimana gerakan ini terjadi tanpa disadari terhadap stimulus. Pada percobaan ini yang ingin diketahui yaitu gerakan refleks terhadap stimulus yang berupa tekanan dan zat kimia tertentu.


        Tujuan
Percobaan bertujuan untuk mengetahui terjadinya refleks spinal pada katak terhadap stimulus yang diberikan.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2004).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya (Wulangi, 1994):
-Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik.
-Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Franson, 1992).


III.     ALAT DAN BAHAN
        Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu jarum preparat, gunting, pinset, dan bak bedah.

        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu Buffo sp, larutan asam sulfat 1%, dan akuades.


IV. CARA KERJA
Otot katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat: caranya katak dipegang dengan kepala ditundukkan ke arah ventral. Pada batas kepala dan punggung, jarum preparat dimasukkan ± 1 cm, kemudian dikorek-korekkan. Diamati bagaimana responnnya. Sikap katak diperhatikan jika diletakkan di dalam bak bedah jika katak ditelentangkan.
Katak dipegang, bagaimana respon katak jika  kakinya dipijat dengan pinset dengan tekanan biasa dan bagaimana jika diperkuat ? Kaki katak dimasukkan ke dalam larutan asam sulfat 1%, diamati gerakan yang dilakukan katak! Kemudian kaki katak dicuci dengan air mengalir atau dimasukkan ke dalam akuades.
Sumsum tulang belakang daerah dada dirusak dengan dimasukkan jarum sedalam ¾ cm ke dalam saluran tulang punggung (columna vertebralis), percobaan diulangi pada poin 3 dan 4. Seluruh susunan tulang punggung dirusak. Percobaan diulangi pada poin 3 dan 4.


V.    HASIL
Tabel Hasil Percobaan Refleks Spinal Pada Bufo sp
Perlakuan
Posisi Telentang
Ditekan Lembut
Ditekan Kuat
Diberi H2SO4 1%
Dirusak di antara kepala dan punggung
Dapat balik
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Dirusak di punggung
Dapat balik
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat
Dirusak sampai tulang punggung
Dapat balik tapi lama
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat



VI.     PEMBAHASAN
Percobaan menggunakan kodok Bufo sp yang sudah dewasa atau bertubuh besar karena jika masih kecil dikhawatirkan akan lebih cepat mati. Antara daerah kepala dan dada ditusuk dengan jarum preparat, hal ini bertujuan untuk merusak saraf spinal pada kodok. Kita ketahui bahwa pada daerah tersebut merupakan ujung atau pangkal saraf spinal kodok. Perlakuan ini dimaksudkan agar saraf spinal kodok sebagian akan rusak sehingga kita dapat mengetahui apa respon yang dilakukannya dari rangsangan yang kita buat setelah saraf spinalnya rusak sebagian.
Setelah dilakukan penusukan keseimbangan gerakan kodok menjadi kacau. Saat kita membalikkan tubuhnya ternyata responnya masih dapat membalikkan tubuhnya ke keadaan semula. Selanjutnya dilakukan pemberian rangsang melalui tekanan. Pada tekanan yang lembut dan kuat terhadap kaki kodok ternyata gerakan kakinya menarik dengan cepat. Kedua perlakuan tersebut membuktikan bahwa rangsangan masih dapat ditanggapi oleh sistem saraf. Sum-sum tulang belakang masih dapat menanggapi rangsang dan mengkoordinasikannya untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan gerakan refleks, meskipun saraf spinal rusak. Hampir sama dengan kedua perlakuan tersebut perlakuan selanjutnya yaitu dengan memasukkannya ke dalam larutan H2SO4 1% responnya masih dapat berfungsi dengan baik yaitu menarik kakinya dengan cepat. H2SO4 1% merupakan asam kuat dan dijadikan sebagi rangsangan kimia. Hal tersebut terjadi karena reseptor-reseptor dalam kulit dirangsang dan menimbulkan impuls dalam neuron aferen. Neuron ini merupakan bagian dari suatu saraf spinal dan menjulur ke dalam sum-sum tulang belakang, tempat neuron bersinapsis dengan interneuron. Selanjutnya interneuron meneruskan impuls neuron eferen dan membawanya kembali melalui saraf spinal ke sekelompok otot ekstensor dalam kaki. Kontraksi otot-otot ini yang akan menarik kaki dari rangsangan berupa tekanan atau asam H2SO4 1%.

Jalur perjalanan gerak refleks:
Rangsang                neuron sensorik                 Sum-sum tulang belakang                 neuron motorik                 efektor                      gerakan  

Setelah dirusak daerah antara kepala dan punggungnya kemudian dirusak bagian punggung dan dirusak sampai tulang punggungnya. Keseimbangan tubuh katak terlihat semakin kacau, gerakannya tidak terarah dan tidak dapat lagi melompat. Saat diposisikan telentang, ditekan dengan lembut, ditekan kuat, dan diberi larutan H2SO4 1% ternyata responnya hampir sama dengan perlakuan yang sebelumnya. Meskipun hampir seluruh saraf spinalnya sudah mengalami kerusakan ternyata gerakan refleks masih dapat terjadi. Hal ini dikarenakan sistem koordinasi dari sistem saraf masih dapat berjalan, terutama sumsum tulang belakang sebagai sistem utama gerak refleks selain otak.
Sejumlah gerakan refleks yang terjadi melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sumsum tulang belakang. Sum-sum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan dalam memadukan gerak refleks.
Respon-respon yang dilakukan kodok dalam percobaan ini merupakan respon yang melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu. Seekor kodok yang mempunyai otak yang akan melakukan respon tersebut dua atau tiga kali bahkan berulang kali. Hal ini membuktikan bahwa koordinasi sel-sel saraf saling berhubungan dan berkesinambungan satu dengan lainnya yang membentuk suatu organisasi fungsional sistem saraf. Dibuktikan juga bahwa sum-sum tulang belakang sangat berperan penting dalam gerakan refleks suatu vertebrata.


VII. KESIMPULAN
Setelah percobaan ini dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Gerakan refleks merupakan gerakan spontan tanpa disadari akibat rangsangan yang dikoordinasi oleh sistem saraf menjadi suatu gerakan.
  2. Sel-sel saraf bekerja dalam suatu organisasi fungsional sistem saraf yang terpadu.
  3. Dalam gerak refleks sum-sum tulang belakang memiliki peran penting yang menghubungkan banyak interneuron.
  4. Saraf spinal merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang berhubungan langsung dengan sum-sum tulang belakang.



VIII.   DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.

Franson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak. Edisi 4. Penerjemah: Srigandono. Gadjah mada university press. yogyakarta.

Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Wulangi, K.S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.