Rabu, 26 September 2012

Laporan Praktikum : Efek Spinal pada Katak



I.       PENDAHULUAN
        Latar Belakang
Pada dasarnya, system-sistem organisme bekerja secara selaras dan teratur dalam menyelenggarakan aktivitas metabolisme tubuh secara keseluruhan. Untuk mengontrol dan mengatur kerja system organ tubuh kita memiliki suatu system yang dikenal sebagai system koordinasi atau system syaraf.
Pada umumnya system syaraf mengatur aktivitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan cepat seperti pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos, dan sekresi kelenjar. Organisasi system syaraf akan menimbulkan tanggapan terhadap rangsangan yang diterima. Salah satu tanggapan yang akan dipelajari dalam percobaan ini yaitu gerak refleks.
Dimana gerakan ini terjadi tanpa disadari terhadap stimulus. Pada percobaan ini yang ingin diketahui yaitu gerakan refleks terhadap stimulus yang berupa tekanan dan zat kimia tertentu.


        Tujuan
Percobaan bertujuan untuk mengetahui terjadinya refleks spinal pada katak terhadap stimulus yang diberikan.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2004).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya (Wulangi, 1994):
-Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik.
-Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Franson, 1992).


III.     ALAT DAN BAHAN
        Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu jarum preparat, gunting, pinset, dan bak bedah.

        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu Buffo sp, larutan asam sulfat 1%, dan akuades.


IV. CARA KERJA
Otot katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat: caranya katak dipegang dengan kepala ditundukkan ke arah ventral. Pada batas kepala dan punggung, jarum preparat dimasukkan ± 1 cm, kemudian dikorek-korekkan. Diamati bagaimana responnnya. Sikap katak diperhatikan jika diletakkan di dalam bak bedah jika katak ditelentangkan.
Katak dipegang, bagaimana respon katak jika  kakinya dipijat dengan pinset dengan tekanan biasa dan bagaimana jika diperkuat ? Kaki katak dimasukkan ke dalam larutan asam sulfat 1%, diamati gerakan yang dilakukan katak! Kemudian kaki katak dicuci dengan air mengalir atau dimasukkan ke dalam akuades.
Sumsum tulang belakang daerah dada dirusak dengan dimasukkan jarum sedalam ¾ cm ke dalam saluran tulang punggung (columna vertebralis), percobaan diulangi pada poin 3 dan 4. Seluruh susunan tulang punggung dirusak. Percobaan diulangi pada poin 3 dan 4.


V.    HASIL
Tabel Hasil Percobaan Refleks Spinal Pada Bufo sp
Perlakuan
Posisi Telentang
Ditekan Lembut
Ditekan Kuat
Diberi H2SO4 1%
Dirusak di antara kepala dan punggung
Dapat balik
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Dirusak di punggung
Dapat balik
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat
Dirusak sampai tulang punggung
Dapat balik tapi lama
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat



VI.     PEMBAHASAN
Percobaan menggunakan kodok Bufo sp yang sudah dewasa atau bertubuh besar karena jika masih kecil dikhawatirkan akan lebih cepat mati. Antara daerah kepala dan dada ditusuk dengan jarum preparat, hal ini bertujuan untuk merusak saraf spinal pada kodok. Kita ketahui bahwa pada daerah tersebut merupakan ujung atau pangkal saraf spinal kodok. Perlakuan ini dimaksudkan agar saraf spinal kodok sebagian akan rusak sehingga kita dapat mengetahui apa respon yang dilakukannya dari rangsangan yang kita buat setelah saraf spinalnya rusak sebagian.
Setelah dilakukan penusukan keseimbangan gerakan kodok menjadi kacau. Saat kita membalikkan tubuhnya ternyata responnya masih dapat membalikkan tubuhnya ke keadaan semula. Selanjutnya dilakukan pemberian rangsang melalui tekanan. Pada tekanan yang lembut dan kuat terhadap kaki kodok ternyata gerakan kakinya menarik dengan cepat. Kedua perlakuan tersebut membuktikan bahwa rangsangan masih dapat ditanggapi oleh sistem saraf. Sum-sum tulang belakang masih dapat menanggapi rangsang dan mengkoordinasikannya untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan gerakan refleks, meskipun saraf spinal rusak. Hampir sama dengan kedua perlakuan tersebut perlakuan selanjutnya yaitu dengan memasukkannya ke dalam larutan H2SO4 1% responnya masih dapat berfungsi dengan baik yaitu menarik kakinya dengan cepat. H2SO4 1% merupakan asam kuat dan dijadikan sebagi rangsangan kimia. Hal tersebut terjadi karena reseptor-reseptor dalam kulit dirangsang dan menimbulkan impuls dalam neuron aferen. Neuron ini merupakan bagian dari suatu saraf spinal dan menjulur ke dalam sum-sum tulang belakang, tempat neuron bersinapsis dengan interneuron. Selanjutnya interneuron meneruskan impuls neuron eferen dan membawanya kembali melalui saraf spinal ke sekelompok otot ekstensor dalam kaki. Kontraksi otot-otot ini yang akan menarik kaki dari rangsangan berupa tekanan atau asam H2SO4 1%.

Jalur perjalanan gerak refleks:
Rangsang                neuron sensorik                 Sum-sum tulang belakang                 neuron motorik                 efektor                      gerakan  

Setelah dirusak daerah antara kepala dan punggungnya kemudian dirusak bagian punggung dan dirusak sampai tulang punggungnya. Keseimbangan tubuh katak terlihat semakin kacau, gerakannya tidak terarah dan tidak dapat lagi melompat. Saat diposisikan telentang, ditekan dengan lembut, ditekan kuat, dan diberi larutan H2SO4 1% ternyata responnya hampir sama dengan perlakuan yang sebelumnya. Meskipun hampir seluruh saraf spinalnya sudah mengalami kerusakan ternyata gerakan refleks masih dapat terjadi. Hal ini dikarenakan sistem koordinasi dari sistem saraf masih dapat berjalan, terutama sumsum tulang belakang sebagai sistem utama gerak refleks selain otak.
Sejumlah gerakan refleks yang terjadi melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sumsum tulang belakang. Sum-sum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan dalam memadukan gerak refleks.
Respon-respon yang dilakukan kodok dalam percobaan ini merupakan respon yang melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu. Seekor kodok yang mempunyai otak yang akan melakukan respon tersebut dua atau tiga kali bahkan berulang kali. Hal ini membuktikan bahwa koordinasi sel-sel saraf saling berhubungan dan berkesinambungan satu dengan lainnya yang membentuk suatu organisasi fungsional sistem saraf. Dibuktikan juga bahwa sum-sum tulang belakang sangat berperan penting dalam gerakan refleks suatu vertebrata.


VII. KESIMPULAN
Setelah percobaan ini dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Gerakan refleks merupakan gerakan spontan tanpa disadari akibat rangsangan yang dikoordinasi oleh sistem saraf menjadi suatu gerakan.
  2. Sel-sel saraf bekerja dalam suatu organisasi fungsional sistem saraf yang terpadu.
  3. Dalam gerak refleks sum-sum tulang belakang memiliki peran penting yang menghubungkan banyak interneuron.
  4. Saraf spinal merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang berhubungan langsung dengan sum-sum tulang belakang.



VIII.   DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.

Franson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak. Edisi 4. Penerjemah: Srigandono. Gadjah mada university press. yogyakarta.

Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Wulangi, K.S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.

Sabtu, 15 September 2012

GLUKONEOGENESIS


GLUKONEOGENESIS

Asam laktat yang terjadi pada proses glikolisis dapat dibawa oleh darah ke hati. Di sini asam laktat diubah menjadi glukosa kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses yang disebut Glukoneogenesis atau pembentukkan gula baru. Pada dasarnya glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa – senyawa bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino. Proses glukoneogenesis berlangsung tertama dalam hati. Walaupun proses glukoneogenesis ini adalah proses sintesis glukosa, namun bukan kebalikan dari proses glikolisis, karena ada tiga tahap reaksi dalam glikolisis yang tidak reversible, artinya diperlukan enzim yang lain untuk reaksi kebalikannya.
  1. Glukosa + ATP  → (heksokinase)→ glukosa-6-fosfat + ADP
  2.  Fruktosa-6-fosfat + ATP →(fosfofruktokinase)→ fruktosa-1,6-difosfat + ADP
  3.  Fosfoenolpiruvat + ADP →(piruvatkinase)→ asam piruvat + ATP
Dengan adanya tiga tahap reaksi yang tidak reversibel tersebut, maka proses glukoneogenesis berlangsung melalui tahap lain, yaitu :
  1. Fosfoenolpiruvat dibentuk dari asam piruvat melalui pembentukan asam aksalo asetat.
Asam piruvat + ATP +GTP + H2O → fosfoenolpiruvat + ADP +GDP + fosfat + 2H+
  1.  Fruktosa-6-fosfat dibentuk dari fruktosa-1,6-difosfat dengan cara hidrolisis oleh enzim fruktosa-1,6-difosfatase.
Fruktosa-1,6-difosfat + H2O → fruktosa-6-fosfat + fosfat
  1. glukosa dibentuk dengan cara hidrolisis glukosa-6-fosfat dengan katalis glukosa-6-fosfatase.
Glukosa-6-fosfat + H2O → glukosa + fosfat.
Hubungan antara glukoneogenesis dengan siklus asam sitrat, yaitu suatu siklus reaksi kimia yang mengubah asam piruvat menjadi CO2  + H2O dan menghasilkan sejumlah energi dalam bentuk ATP, dengan proses oksidasi aerob. Apabila otot berkontraksi karena digunakan untuk bekerja, maka asam piruvat dan asam laktat dihasilkan oleh proses glikolisis. Asam piruvat digunakan dalam siklus asam sitrat.

Laporan Kuliah Lapangan Invertebrata


I.                   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hewan Invertebrata merupakan jenis hewan yang memiliki spesies paling banyak terdapat di muka bumi. Dengan jumlah kira – kira mencapai 1 juta spesies atau 95 % dari jenis hewan merupakan kelompok invertebrata, tentunya membutuhkan pengklasifikasian jenis hewan tersebut untuk memudahkan mempelajarinya. Klasifikasi juga bertujuan mengetahui kekerabatan satu organisme dengan organisme lainnya. Sehingga dapat menunjukkan tentang evolusi kekerabatannya. Pengorganisasian sejumlah spesies menjadi kelompok-kelompok yang dapat dimengerti disebut hierari taksonomi. Ilmu taksonomi menjadi penemuan penting di dalam pengelompokan jenis hewan berdasarkan tingkat atau hierarki dan pemberian nama (nomenklatur). Taksonomi hewan invertebrata merupakan ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi organisme dengan memberikan deskripsi serta penamaan organisme pada hewan invertebrata. Dengan mempelajari Ilmu taksonomi hewan invertebrata, kita dapat mengenal jenis hewan invertebrata berdasarkan klasifikasinya, mengetahui bentuk morfologi dan terminologinya, mengetahui bentuk sistem dan organ penyusun hewan tersebut beserta fungsinya, serta mengetahui manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Hewan Invertebrata adalah hewan yang tidak bertulang belakang, serta memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang punggung belakang, juga sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan invertebrata, dimensi tubuhnya kecil, sistem saraf dibawah saluran pencernaan, hidup bebas, herbivora, carnivora, parasit, predator, dan ada yang bersifat sebagai plankton, nekton, benthos diperairan. Hewan ini mulai dari bersel satu (protozoa) sampai bersel banyak (metazoa).

Hewan invertebrate ini dibagi dalam beberapa filum yang sering kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yaitu :
a.       Filum Protozoa
Merupakan hewan bersel satu yang hidup di dalam air, protozoa memakan tumbuhan dan hewan, protozoa berkembang biak secara reproduksi  vegetatif dengan cara membelah diri dan dengan cara generatif konjugasi. Filum protozoa terbagi menjadi beberapa kelas, yaitu kelas hewan berambut getar (Ciliata), kelas hewan berkaki semu (Rhizopoda), kelas hewan berspora (Sporozoa), kelas hewan berbulu cambuk (Flagellata)
b.      Filum porifera (hewan berpori)
Porifera merupakan hewan air dan hidup di laut bentuk tubuh seperti tumbuhan yang melekat pada suatu dasar laut, jadi porifera dapat berpindah tempat dengan bebas, tubuh porifera seperti tabung yang memiliki banyak pori (lubang kecil pada sisinya dan mempunyai rongga di bagian dalam) porifera dapat berkembang biak dengan cara generatif dan vegetatif. Porifera terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas calcarea, kelas Hyalospongia, dan kelas Demospongia.
c.       Filum coelentrata (hewan berongga)
Coelentrata berasal dari kata coilos (berongga) dan entron (usus) coelentrata     mempunyai dua macam bentuk yakni bentuk pasif yang menempel pada suatu dasar dan tidak berpindah. Coelentrata terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas Anthozoa, kelas Hydrozoa, dan kelas Scyphozoa
d. Filum platyhelminthes (cacing pipih)
Kata platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, kata plays (pipih) dan hemlines (cacing). Platyhelminthes adalah yang mempunyai pipih. Hewan golongan ini mempunyai tubuh simetris bilateral, (kedua sisi sama), tubuh lunak dan tidak bersegmen (ruas) tetapi tidak mempunyai peredaran darah. Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu kelas turbellaria (cacing berambut getar), kelas trematoda (cacing isap), dan kelas cestroda (cacing pita).
e. Filum Mollusca (hewan lunak)
Sesuai dengan namanya, hewan lunak mempunyai tubuh lunak yang dilindungi oleh cangkang dari bahan kalsium (kapur) mollusca bersifat hermoporit, mempunyai sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan sistem pengeluaran. Mollusca dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu kelas lamilli brancuiata (golongan karang dan tiram), kelas gastropoda (golongan siput), kelas cephalopoda (golongan cumi-cumi), kelas amphineura
f. Filum Echinodermata (hewan berkulit duri)
Kata Echinodermata berasal dari bahasa Yunani “echimos” (landak) dan “derma” (kulit) semua hewan yang termasuk filum echinodermata biasanya hidup di laut, bentuk tubuhnya simetris radial (sisi tubuh melingkar sama). Mempunyai sistem ameudakral (sistem pompa air). Rangka dalam berkapur dan memiliki banyak duri yang menonjol. Daya generasinya amat besar. Filum enchinodermata terdiri dari 5 kelas, yaitu kelas bintang laut (Asteroidal), kelas landak laut (Echinoidal), kelas bintang laut (Opiuroidal), kelas lili laut (Crinoidal), kelas teripang (holothuroidae)
Mempelajari taksonomi hewan invertebrata tidak hanya sekedar teori, tapi juga aplikasinya di lapangan. Aplikasi dalam mempelajari teori baik yang didapatkan selama kuliah maupun praktikum yaitu kuliah lapangan. Pada kuliah lapangan, kita dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam pengklasifikasian, pengoleksian, identifikasi sampel hewan invertebrata yang didapatkan.
Hutan Pendidikan dan Penelitian biologi merupakan wahana alam yang ada di                            lingkungan universitas andalas yang memiliki keanekaragaman tumbuhan dan merupakan habitat bagi makhluk hidup, baik hewan vertebrata maupun avertebrata. Dapat menjadi daerah yang representatif untuk pengambilan sampel, terutama pada kelas insecta. Di lokasi kuliah lapangan ini kita tidak dapat mengoleksi hewan invertebrata air atau laut yakni filum Echinodermata, dan Molusca. Pengoleksian sampel tidak mencakup seluruh filum yang telah dipelajari. Ini karena situasi dan kondisi yang kurang kondusif sehingga tidak memungkinkan melaksanakannya di area laut.

1.2  Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaatnya diadakannya kuliah lapangan invertebrata ini adalah :
1.      Untuk mengetahui keanekaragaman hewan invertebrata
2.      Mengenal cara pengoleksian sampel di lapangan
3.      Mengenal cara pensortiran, pengawetan dan identifikasi hewan invertebrata di laboratorium
4.      Mengenal cara pembuatan laporan
                    
II.                TINJAUAN PUSTAKA

Zoologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang khusus membahas tentang hewan dan kadang-kadang disebut juga ilmu biologi hewan, sedangkan biologi yang membahas tentang tumbuhan disebut botani dan kadang-kadang disebut juga ilmu biologi tumbuhan. Zoologi sebagai cabang ilmu biologi dan biologi merupakan salah satu ekspresi sains. Maka dalam pengembangan zoologi atau pemecahan masalah zoologi menggunakan metode ilmiah. Dalam membahas metoda ilmiah  tidak dapat terlepas dari filsafat sains (Barnes, 1986).
Pengelompokan hewan menjadi invertebrata dan vertebrata merupakan pengelompokan yang bersifat artifisial dan sebagai refleksi sejarah kekeliruan manusia secara relatif. Suatu ciri dari kelompok hewan dahulu sering dipakai sebagai dasar untuk memisahkan hewan dalam lingkup yang lebih luas. Berdasarkan logika yang sempit itu, hewan invertebrata pernah dibagi menjadi kelompok Molusca dan non Molusca atau Arthropoda dan non arthropoda. Pengelompokan yang terakhir nyaris tampak benar, karena kebetulan hampir 85 % hewan invertebrata adalah arthropoda (Johnson, 1992).
Semua hewan yang ada di muka bumi ini berasal dari hewan-hewan pada zaman Archeozoicum yang terdapat dalam air. Hal ini dapat dilihat dari fosil-fosil yang dijumpai, sebagian dari hewan tersebut dalam perkembangannya pindah ke darat, tetapi sebagian tetap dalam air, misalnya beberapa kelompok Coelenterata dan hampir semua filum Echinodermata masih didalam air laut (Jenkins, 2002).
Arthropoda adalah kelompok hewan yang memiliki kaki yang beruas-ruas (Arthros = berbuku-buku, poda =kaki). Tubuhnya terdiri dari kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Pada tiap-tiap somit terdapat ganglion. Sifat kelamin dioseus, dan kebanyakan metamorfosis. Sistem peredaran darah terbuka, darah tidak berfungsi mengangkut oksigen dan hanya berfungsi untuk mengangkut zat makanan. Susunan saraf terdiri dari otak sederhana dan tali saraf perut rangkap (Barnes, 1986).
Arthropoda dibagi menjadi empat kelas salah satu kelasnya adalah insecta. Tubuh dapat dibedakan atas kepala, dada, dan perut. Pada kepala terdapat sepasang antena, mata sederhana, mata majemuk, tipe mulut mengigit, mengunyah, menusuk, dan menghisap. Pada dada umumnya terdapat 2 pasang sayap dan 3 kaki. Sudah mempunyai jantung, dan bernafas dengan sistem trakea yang langsung berhubungan dengan jaringan tubuh.
Kelas insekta terdiri dari dua subfilum yaitu : Apterygota dan Pterygota. Sistem ekskresi melalui saluran malpighi, lubang kelamin umumnya tunggal dan bermuara di ujung perut. Umumnya ovipar dan pada stadium pradewasa terjadi metamorfosis yang dibedakan atas ametabola, hemimetabola, dan holometabola. Habitatnya luas meliputi di darat, air tawar dan hanya beberapa yang hidup di laut. Subfilum apterygota merupakan kelompok serangga yang tidak bersayap dan tidak mengalami metamorfosis (Ametabola), pada ventral abdomen terdapat appendage. Sedangkan pada subfilum pterygota merupakan serangga bersayap dan mampu metamorfosis terdiri dari divisi exopterogyta dan endopterogyta. Berikut merupakan ordo yang ada pada divisi exopterygota yang mempunyai ciri sayap berkembang di luar, stadium pradewasa disebut larva dan nimpha. Terdiri dari : Ordo Orthoptera ( Sayap lurus ), mempunyai dua pasang sayap lurus, sayap depan menutup sayap belakang. Tipe mulut mengigit dan mengunyah, contohnya Valanga, Periplaneta, Blatta. Ordo Odonata ( capung – capung kecil ). Mempunyai 2 pasang sayap, mata fecet besar, tipa mulut menggigit dan mengunyah. Contohnya: Orthoterum, dan Pantala. Ordo Ephemeroyera ( Lalat), tubuh lunak, tipe mulut dengan antena yang pendek. Mempunyai 2 pasang sayap yang membentuk membran. Sayap depan lebih besar daripada sayap belakang, larva hidup di air. Contoh Ephemera. Ordo Isoptera merupakan serangga sosial, mempunyai dua pasang sayap dengan bentuk dan ukuran yang sama. Tipe mulut menggigit, contohnya Macotermes dan Nasutitermes.
Ordo Hemiptera mempunyai dua pasang sayap, sayap depan sebagian tebal dan sebagian lagi tipis seperti selaput. Ordo Homoptera, mempunyai 2 pasang sayap yang tebalnya sama, tipe mulut menghisap dan menusuk. Contohnya : Nilaparvata lugen, Nepothetix, Aphis fabae. Divisi endopterogyta ( Holometabola ), merupakan sayap berkembang di dalam. Pada stadia pradewasa disebut larva atu pupa. Terdiri dari ordo yaitu :  Ordo Neuroptera, Mempunyai dua pasang sayap yang sama besar, pada sayap terdapat jalinan sepert saraf, antena panjang. Ordo Coleoptera, mempunyai 2 pasang sayap, sayap depan tebal disebut elitra. Contohnya Oryctes ribocerous (kumbang kelapa). Ordo Diptera, mempunyai sepasang sayap, sayap belakang berubah menjadi halter contoh : Drosophila melanogaster, Anopheles sp. Ordo Hymenoptera merupakan bangsa semut lebah dan penyengat, contoh : Apis cerana (lebah madu). Ordo Lepidoptera, sayap ditutupi oleh sisik yang halus, memiliki probosis contoh : Eurema hecabe, Bombyx mori (ulat sutera).
Echinodermata dalam ekosistem berkedudukan sebagai hewan pemakan bangkai. Semua jenisnya hidup di lautan, dewasa simetri radial, larva simetri bilateral, pergerakan dilakukan dengan sistem pembuluh air kaki ambulakral (sistem ambulakral). Sistem saraf terdiri dari cincin saraf, organ pernafasan dan ekskresi papula. Dibagi menjadi lima kelas yaitu Asteroidea (bintang laut), Echinoidea (landak laut), Ophiuroidea (bintang ular laut), Crinoidea (lilia laut) dan Holothuroidea (tripang/timun laut). Asteroidea (bintang laut), mempunyai lengan sebanyak lima atau kelipatan lima. Pada lengannya terdapat duri-duri tumpul dan juga duri-duri berbentuk catut yang disebut pediselaria misalnya Asyterias foberi dan Linckia sp. Echinoidea (landak laut), berduri panjang dan tajam, misalnya Diadema saxatile (landak laut). Ophiuroidea (bintang ular laut) tidak memiliki anus dan gerakannya sangat cepat, misalnya Ophiolepsis sp. Crinoidea (lilia laut) sepintas lalu tampak seperti tumbuhan. Pemukaan oral hewan ini menghadap ke atas (berbeda dengan echinodermata lainnya), misalnya Ptilocrinus pinnatus. Holothuroidea (tripang/timun laut) memiliki daya regenerasi sangat besar, merupakan echinodermata yang memiliki nilai ekonomi lezat dimakan, misalnya Holothuria atra. Semua anggota filum ini hidup di air laut, mempunyai kulit berduri dan simetri radial dan bergerak lamban dengan bantuan kaki tabung. Perluasan dan penciutan dilakukan oleh gerakan air laut ke dalam dan ke luar dari sistem pembuluh air (Jenkins, 2002).
Arachnida dapat dibagi menjadi tiga ordo yaitu Arachnoidea, Scorpionida dan Acarina. Arachnoidea (kelompok laba-laba) misalnya Heteropoda venatoria (laba-laba pemburu), Nephila maculata (kemlandingan), Latrodectus mactans (laba-laba janda hitam beracun dan sengatannya dapat mematikan) dan Argiope aurantina (laba-laba kebun). Scorpionida (kelompok kalajengking) dimana segmen terakhir abdomen merupakan kelenjar racun  telson. Pada mulut terdapat alat pencapit seperti catut pedipalpus dan semacam gigi  kelisera. Misalnya Thelyphonus condutus (kalajengking), Chelifer cancroides (kala yang hidup di tumpukan buku-buku) dan Mastigoproctus giganteus (kalajengking raksasa). Acarina (kelompok tungau dan caplak) memilki abdomen yang bersatu dengan sefalotoraks, sebagian besar jenisnya hidup sebagai parasit. Misalnya Sarcoptes scabiei (caplak kudis, penyebab penyakit kulit kudis (scabies = kudis)), Dermacentor andersoni (caplak pembawa ricketsia penyebab demam (typus)), Dermacentor variabilis (caplak anjing) dan Psoroptes ovis (tungau biri-biri)(Hikman, 1997).
Molusca disebut pula sebagai hewan bertubuh lunak. Dibagi menjadi lima kelas yaitu Lamellibranchiata atau Pelecypoda atau Bivalvia. Hewan berkaki pipih, cangkok berjumlah dua (sepasang) ada di bagian anterior dan umbo (bagian yang membesar/menonjol) terdapat dibagian posterior (punggung). Cangkok tersusun dari zat kapur dan terdiri dari tiga lapisan, yaitu periostrakum (luar), prismatik (tengah, tebal), nakreas (dalam, disebut pula sebagai lapisan mutiara). Contoh jenis dari kelas tersebut adalah kerang-kerangan, misalnya Mytilus viridis (kerang hijau), Anadara granosa (kerang darah), Asaphis derlorata (remis) dan ada pula jenis yang lain yaitu Meleagrina margaritivera (kerang mutiara) (Hikman, 1997).
Cephalopoda mempunyai kaki yang terletak di kepala (Cephalus = kepala, poda = kaki) contoh jenis dari kelas ini adalah Loligo indica (cumi-cumi). Mempunyai kantong tinta, cangkang di dalam tubuh terbuat dari kitin. Mempunyai delapan tangan dan dua tentakel. Sepia sp. (sotong) mempunyai kantong tinta, cangkang di dalam tubuh terbuat dari kapur. Memiliki delapan tangan dan dua tentakel. Nautilus pampilus tidak memiliki kantung tinta, cangkang terdapat di luar terbuat dari kapur. Octopus vulgaris mempunyai kantong tinta, tidak memiliki cangkang dan mempunyai delapan tangan (Kekurt, 1961).
Protozoa adalah hewan bersel tunggal, tipe eukariot dengan berbagai tipe simetri tubuh. Struktur tubuh sederhana sampai kompleks, umumnya mikroskopis. Berdasarkan alat gerak protozoa dibagi menjadi empat kelas yaitu Rhizopoda (alat geraknya berupa kaki semu), Flagellata(alat geraknya berupa kaki semu), Cilliata (alat geraknya bulu getar), Sporozoa (tidak mempunyai alat gerak yang khusus) dan Suctoria (waktu muda bergerak dengan silia, setelah dewasa dengan pseudopodia atau tentakel). (Johnson, 1992)
Porifera adalah hewan multiseluler yang dikenal dengan nama spon. Tubuhnya berpori mempunyai sistem saluran air, sistem saluran air bervariasi dan mempunyai 3 tipe pencernaan yaitu ascon, sycon, rhagon. Anggota filum ini melakukan reproduksi secara aseksual (pertunasan dengan gemmulae dan pembelahan) dan secara seksual (gametogami). Berdasarkan spikulanya, hewan ini dikelompokkan menjadi 3 kelas :
1.      Kelas Calcarea, bahan dasar spikulanya dari kapur. Contohnya Sycon
2.      Kelas Hyalosongiae, vahan dasar spikulanya berasal dari garam silikat. Contohnya Euplektella.
3.      Kelas Demospongia, spikulanya terdiri dari serat sponging. Contohnya Plakina.
Spikula adalah duri-duri yang membentuk bagian penguat tubuhnya. (Barnes, 1986)


DAFTAR PUSTAKA

Hickman, Jr. C. P, L. S roberts and A. Larson. 1997. Integrated Principles of Zoology. WCB Mc. Graw Hill : Boston

Jasin, Drs. Maskoeri. 1989. Zoologi Invertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya

Jenkins, Brian. 2002. Learning Coelenterata. CB Maujpur : New Delhi

Johnson, F. Norman. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Ke-VI. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta 
                                                                                                                                                                     Kekurt, G. A. 1961. The Invertebrate. A Manual for The Use of Students, Cambridge University Press

Miharja, Husna Hidayati. 2005. Komposisi dan Struktur Komunitas Karang (Schleractinia) di Perairan Pulau Pasumpahan Kota Padang Sumatera Barat. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA UNAND : Padang

Oemardjati, B. S dan W. Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata Pengantar Praktikum Laboratorium. Penerbit Universitas Indonesia – UI Press : Jakarta

Putra, Tandri Eka. 2004. Kupu-kupu (subordo Rhopalocera) dari Taman Wisata dan Cagar Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman. Skripsi Sarjana Biologi Universitas Andalas : Padang
  
Robert, D. Barnes. 1986. Invertebrata Zoologi. CBS College Publishing : USA

Salmah, Siti. 1994. Diktat Taksonomi Hewan I (Invertebrata). Andalas University Press : Padang

Yusnita, Fariza. 2004. Laju Pertumbuhan Kerang Batissa violacea Lamark pada Kedalaman dan Debit Air yang Berbeda. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA UNAND : Padang