Rabu, 26 September 2012

Laporan Praktikum : Efek Spinal pada Katak



I.       PENDAHULUAN
        Latar Belakang
Pada dasarnya, system-sistem organisme bekerja secara selaras dan teratur dalam menyelenggarakan aktivitas metabolisme tubuh secara keseluruhan. Untuk mengontrol dan mengatur kerja system organ tubuh kita memiliki suatu system yang dikenal sebagai system koordinasi atau system syaraf.
Pada umumnya system syaraf mengatur aktivitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan cepat seperti pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos, dan sekresi kelenjar. Organisasi system syaraf akan menimbulkan tanggapan terhadap rangsangan yang diterima. Salah satu tanggapan yang akan dipelajari dalam percobaan ini yaitu gerak refleks.
Dimana gerakan ini terjadi tanpa disadari terhadap stimulus. Pada percobaan ini yang ingin diketahui yaitu gerakan refleks terhadap stimulus yang berupa tekanan dan zat kimia tertentu.


        Tujuan
Percobaan bertujuan untuk mengetahui terjadinya refleks spinal pada katak terhadap stimulus yang diberikan.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2004).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya (Wulangi, 1994):
-Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik.
-Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Franson, 1992).


III.     ALAT DAN BAHAN
        Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu jarum preparat, gunting, pinset, dan bak bedah.

        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya yaitu Buffo sp, larutan asam sulfat 1%, dan akuades.


IV. CARA KERJA
Otot katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat: caranya katak dipegang dengan kepala ditundukkan ke arah ventral. Pada batas kepala dan punggung, jarum preparat dimasukkan ± 1 cm, kemudian dikorek-korekkan. Diamati bagaimana responnnya. Sikap katak diperhatikan jika diletakkan di dalam bak bedah jika katak ditelentangkan.
Katak dipegang, bagaimana respon katak jika  kakinya dipijat dengan pinset dengan tekanan biasa dan bagaimana jika diperkuat ? Kaki katak dimasukkan ke dalam larutan asam sulfat 1%, diamati gerakan yang dilakukan katak! Kemudian kaki katak dicuci dengan air mengalir atau dimasukkan ke dalam akuades.
Sumsum tulang belakang daerah dada dirusak dengan dimasukkan jarum sedalam ¾ cm ke dalam saluran tulang punggung (columna vertebralis), percobaan diulangi pada poin 3 dan 4. Seluruh susunan tulang punggung dirusak. Percobaan diulangi pada poin 3 dan 4.


V.    HASIL
Tabel Hasil Percobaan Refleks Spinal Pada Bufo sp
Perlakuan
Posisi Telentang
Ditekan Lembut
Ditekan Kuat
Diberi H2SO4 1%
Dirusak di antara kepala dan punggung
Dapat balik
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Ditarik cepat
Dirusak di punggung
Dapat balik
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat
Dirusak sampai tulang punggung
Dapat balik tapi lama
Ditarik
Ditarik
Ditarik cepat



VI.     PEMBAHASAN
Percobaan menggunakan kodok Bufo sp yang sudah dewasa atau bertubuh besar karena jika masih kecil dikhawatirkan akan lebih cepat mati. Antara daerah kepala dan dada ditusuk dengan jarum preparat, hal ini bertujuan untuk merusak saraf spinal pada kodok. Kita ketahui bahwa pada daerah tersebut merupakan ujung atau pangkal saraf spinal kodok. Perlakuan ini dimaksudkan agar saraf spinal kodok sebagian akan rusak sehingga kita dapat mengetahui apa respon yang dilakukannya dari rangsangan yang kita buat setelah saraf spinalnya rusak sebagian.
Setelah dilakukan penusukan keseimbangan gerakan kodok menjadi kacau. Saat kita membalikkan tubuhnya ternyata responnya masih dapat membalikkan tubuhnya ke keadaan semula. Selanjutnya dilakukan pemberian rangsang melalui tekanan. Pada tekanan yang lembut dan kuat terhadap kaki kodok ternyata gerakan kakinya menarik dengan cepat. Kedua perlakuan tersebut membuktikan bahwa rangsangan masih dapat ditanggapi oleh sistem saraf. Sum-sum tulang belakang masih dapat menanggapi rangsang dan mengkoordinasikannya untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan gerakan refleks, meskipun saraf spinal rusak. Hampir sama dengan kedua perlakuan tersebut perlakuan selanjutnya yaitu dengan memasukkannya ke dalam larutan H2SO4 1% responnya masih dapat berfungsi dengan baik yaitu menarik kakinya dengan cepat. H2SO4 1% merupakan asam kuat dan dijadikan sebagi rangsangan kimia. Hal tersebut terjadi karena reseptor-reseptor dalam kulit dirangsang dan menimbulkan impuls dalam neuron aferen. Neuron ini merupakan bagian dari suatu saraf spinal dan menjulur ke dalam sum-sum tulang belakang, tempat neuron bersinapsis dengan interneuron. Selanjutnya interneuron meneruskan impuls neuron eferen dan membawanya kembali melalui saraf spinal ke sekelompok otot ekstensor dalam kaki. Kontraksi otot-otot ini yang akan menarik kaki dari rangsangan berupa tekanan atau asam H2SO4 1%.

Jalur perjalanan gerak refleks:
Rangsang                neuron sensorik                 Sum-sum tulang belakang                 neuron motorik                 efektor                      gerakan  

Setelah dirusak daerah antara kepala dan punggungnya kemudian dirusak bagian punggung dan dirusak sampai tulang punggungnya. Keseimbangan tubuh katak terlihat semakin kacau, gerakannya tidak terarah dan tidak dapat lagi melompat. Saat diposisikan telentang, ditekan dengan lembut, ditekan kuat, dan diberi larutan H2SO4 1% ternyata responnya hampir sama dengan perlakuan yang sebelumnya. Meskipun hampir seluruh saraf spinalnya sudah mengalami kerusakan ternyata gerakan refleks masih dapat terjadi. Hal ini dikarenakan sistem koordinasi dari sistem saraf masih dapat berjalan, terutama sumsum tulang belakang sebagai sistem utama gerak refleks selain otak.
Sejumlah gerakan refleks yang terjadi melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sumsum tulang belakang. Sum-sum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan dalam memadukan gerak refleks.
Respon-respon yang dilakukan kodok dalam percobaan ini merupakan respon yang melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu. Seekor kodok yang mempunyai otak yang akan melakukan respon tersebut dua atau tiga kali bahkan berulang kali. Hal ini membuktikan bahwa koordinasi sel-sel saraf saling berhubungan dan berkesinambungan satu dengan lainnya yang membentuk suatu organisasi fungsional sistem saraf. Dibuktikan juga bahwa sum-sum tulang belakang sangat berperan penting dalam gerakan refleks suatu vertebrata.


VII. KESIMPULAN
Setelah percobaan ini dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Gerakan refleks merupakan gerakan spontan tanpa disadari akibat rangsangan yang dikoordinasi oleh sistem saraf menjadi suatu gerakan.
  2. Sel-sel saraf bekerja dalam suatu organisasi fungsional sistem saraf yang terpadu.
  3. Dalam gerak refleks sum-sum tulang belakang memiliki peran penting yang menghubungkan banyak interneuron.
  4. Saraf spinal merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang berhubungan langsung dengan sum-sum tulang belakang.



VIII.   DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.

Franson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak. Edisi 4. Penerjemah: Srigandono. Gadjah mada university press. yogyakarta.

Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.

Wulangi, K.S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar